Selasa, 22 Oktober 2013
Mutu Pelayanan Kebidanan "Standar Penanganan Kegawatan Pada Penanganan Retensio Plasenta dan Sepsis Puerperalis"
Diposting oleh Unknown di 01.32
STANDAR PENANGANAN
KEGAWATAN PADA PENANGANAN RETENSIO PLASENTA DAN SEPSIS PUERPERALIS
2.1. Pengertian Standar Pelayanan Kebidanan
Standar pelayanan kebidanan (SPK)
adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai,
berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan yaitu standar pelayanan
kebidanan yang menjadi tanggung jawab profesi bidan dalam sistem pelayanan yang
bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan
kesehatan keluarga dan masyarakat (Depkes RI, 2001: 53).
2.2. Manfaat Standar Pelayanan Kebidanan
Standar Pelayanan Kebidanan
mempunyai beberapa manfaat sebagai berikut :
1. Standar
pelayanan berguna dalam penerapan norma tingkat kinerja yang diperlukan untuk mencapai
hasil yang diinginkan.
2. Melindungi
masyarakat.
3. Sebagai
pelaksana, pemeliharaan dan penelitian kualitas pelayanan.
4. Untuk
menentukan kompetensi yang diperlukan bidan dalam menjalankan praktek
sehari-hari.
5. Sebagai
dasar untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan pengembangan
pendidikan (Depkes RI, 2001: 2).
2.3. Pengertian Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah
belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam. Keadaan ini dapat
diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah
lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio
plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan
terjadi plasenta adhesiva, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta.
(Manuaba, 2006: 176)
Plasenta inkarserata artinya
plasenta telah lepas tetapi tertinggal dalam uterus karena terjadi kontraksi di
bagian bawah uterus atau uteri sehingga plasenta tertahan di dalam uterus.
(Manuaba, 2006: 176).
2.4. Jenis-jenis Retensio Plasenta
a. Plasenta
adhesiva : implantasi yang kuat dari
jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi
fisiologis.
b. Plasenta
Akreta : implantasi jonjot korion
plasenta sehingga memasuki sebagian lapisan miometrium.
c. Plasenta
Inkreta : implantasi jonjot korion
plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding
uterus.
d. Plasenta
Perkreta : implantasi jonjot korion
plasenta yang menembus lapisan serosa dinding uterus hingga ke peritonium.
e. Plasenta
Inkarserata : tertahannya
plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh kontriksi ostium uteri. (Sarwono,
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002:178).
2.5. Etiologi Retensio Plasenta
Penyebab retensio plasenta menurut
Sastrawinata (2006: 174)
a. Fungsional
1. His
kurang kuat (penyebab terpenting)
2. Plasenta
sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba) bentuknya (plasenta
membranasea, plasenta anuralis) dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil).
Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut (plasenta adhesiva).
b. Patologi
– Anatomi
1. Plasenta
akreta
2. Plasenta
Inkreta
3. Plasenta
Perkreta
Menurut
Manuaba (2006: 301) kejadian retensio plasenta berkaitan dengan :
a. Grandemultipara
dengan implantasi dalam bentuk plasenta adhesiva, plasenta akreta, plasenta
inkreta dan plasenta perkreta.
b. Mengganggu
kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
Retensio
plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan :
1. Darah
penderita terlalu banyak hilang
2. Keseimbangan
baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi.
3. Kemungkinan
implantasi plasenta terlalu dalam.
2.6.
Gejala
Klinis
a. Anamnesis
Meliputi pertanyaan tentang periode
prenatal meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya,
paritas, serta riwayat multiple fetus dan polihidramnion. Serta riwayat
postpartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul
perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
b. Pada
pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis
tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
2.7.
Tanda
dan Gejala Retensio Plasenta
1. Plasenta
Akreta Parsial / Separasi
a. Konsistensi
uterus kenyal
b. TFU
setinggi pusat
c. Bentuk
uterus discoid
d. Perdarahan
sedang – banyak
e. Tali
pusat terjulur sebagian
f. Ostium
uteri terbuka
g. Separasi
plasenta lepas sebagian
h. Syok
sering
2. Plasenta
Inkarserata
a. Konsistensi
uterus keras
b. TFU
2 jari bawah pusat
c. Bentuk
uterus globular
d. Perdarahan
sedang
e. Tali
pusat terjulur
f. Ostium
uteri tertutup
g. Separasi
plasenta sudah lepas
h. Syok
jarang
3. Plasenta
Akreta
a. Konsistensi
uterus cukup
b. TFU
setinggi pusat
c. Bentuk
uterus discoid
d. Perdarahan
sedikit / tidak ada
e. Tali
pusat tidak terjulur
f. Ostium
uteri terbuka
g. Separasi
plasenta melekat seluruhnya
h. Syok
jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali pusat.
(Prawirohardjo, S. 2002
: 178).
A. Pemeriksaan
Penunjang
a. Hitung
darah lengkap : untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct),
melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang
disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
b. Menentukan
adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin Time (PT) dan Activated
Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT)
atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan
oleh faktor lain.
2.8.
Standar
Penanganan Kegawatan pada Penanganan Retensio Plasenta
A. Standar
20 : Penanganan Kegawatdaruratan Retensio Plasenta.
1. Tujuan
:
Mengenali dan melakukan
tindakan yang tepat ketika terjadi retensio plasenta total atau parsial.
2. Pernyataan
Standar :
Bidan mampu mengenali
retensio plasenta dan memberikan pertolongan pertama, termasuk plasenta manual
dan penanganan perdarahan sesuai dengan kebutuhan.
3. Hasil
:
a. Penurunan
kejadian perdarahan hebat akibat retensio plasenta.
b. Ibu
dengan retensio plasenta mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat.
c. Penyelamatan
ibu dengan retensio plasenta meningkat.
4. Prasyarat.
a. Bidan
telah terlatih dan terlampil dalam :
1. Fisiologi
dan manajemen aktif kala III
2. Pengendalian
dan penangan perdarahan, termasuk pemberian oksitoksika, cairan IV dan plasenta
manual.
b. Tersedianya
pralatan dan perlengkapan penting.
c. Tersedia
obat – obat antibiotik dan oksitoksika.
d. Adanya
partograf dan catatan persalianan atau kartu ibu.
e. Ibu,
suami dan keluarga diberitahu tindakan yang akan dilakukan.
f. Sistem
rujukan yang efektif, termasuk bank darah berjalan dengan baik, untuk ibu yang
mengalami perdarahan paska persalinan sekunder.
5. Proses
1. Melaksanakan
penatalaksanaan aktif persalinan kala III pada semua ibu yang melahirkan
melalui pervagina.
2. Amati
adanya gejala dan tanda retensio plasenta.
3. Bila
plasenta tidak lahir dalam 15 menit sesudah bayi lahir, ulangi penatalaksanaan
aktif persalinan kala III dengan memberikan oksitoksin 10 IU IM dan teruskan
penegangan tali puasat terkendali dengan hati – hati. Teruskan melakukan
penatalaksaan aktif persalinan kala III 15 menit atau lebih, dan jika placenta
masih belum lahir, lakukan penegangan tali pusat terkendali untuk terakhir
kalinya. Jika plasenta masih tetap belum lahir dan ibu tidak mengalami
perdarahan hebat rujuk segera ke rumah sakit atau ke puskesmas terdekat.
4. Bila
terjadi perdarahan maka plasenta harus segera dilahirkan secara manual. Bila
tidak berhasil rujuk segera.
5. Berikan
cairan IV : NaCl 0,9 % atau RL dengan tetesan cepat jarum berlubang besar untuk
mengganti cairan yang hilang sampai nadi dan tekanan darah membaik atau kembali
normal.
6. Siapkan
peralatan untuk melakukan teknik manual, yang harus dilakukan secara septik.
7. Baringkan
ibu telentang dengan posisi lutut ditekuk dan ke dua kaki di tempat tidur.
8. Jelaskan
pada ibu apa yang akan dilakukan dan jika ada berikan diazepam 10 mg IM.
9. Cuci
tangan sampai ke bagian siku dengan sabun, air bersih yang mengalir dan handuk
bersih, gunakan sarung tangan bersih / DTT.
10. Masukkan
tangan kanan dengan hati – hati. Jaga agar jari – jari tetap rapat dan
melengkung mengikuti tali pusat sampai mencapai placenta.
11. Ketika
tangan kanan sudah mencapai plasenta, letakkan tangan kiri diatas fundus agar
uterus tidak naik. Dengan tangan kanan yang berada di dalam uterus carilah tepi
plasenta yang terlepas, telapak tangan kanan menghadap ke atas lalu lakukan
gerakan mengikis kesamping untuk melepaskan plasenta dari dinding uterus.
12. Bila
plasenta sudah terlepas dengan lengkap, keluarkan plasenta dengan hati – hati
dan perlahan.
13. Bila
plasenta sudah lahir, segera melakukan masase uterus bila tidak ada kontraksi.
14. Periksa
plasenta dan selaputnya. Jika tak lengkap, periksa lagi cavum uteri dan
keluarkan potongan plasenta yang tertinggal.
15. Periksa
robekan terhadap vagina jahit robekan bila perlu.
16. Bersihkan
ibu bila merasa nyaman.
17. Jika
tidak yakin placenta sudah keluar semua atau jika perdarahan tidak terkendali,
maka rujuk ibu kerumah sakit dengan segera.
18. Buat
pencatatan yang akurat.
B.
Ingat
!
1.
Sesudah persalinan dengan
tindakan plasenta manual, ibu memerlukan antibiotik berspektrum luas (ampicilin
1gr secara IV) kemudian diikuti 500 mg per oral setiap 6 jam dan mentronidazol
500 mg per oral setiap 6 jam selama 5 hari.
2.
Lakukan test
sensitivitas sebelum memberikan suntikan ampisilin.
2.9.
Pengertian
Sepsis Puerperalis
Sepsis
puerperalis adalah infeksi pada traktus genetalia yang dapat terjadi setiap
saat antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan 42 hari
setelah persalinan atau abortus dimana terdapat dua atau lebih dari hal-hal
berikut ini :
a. nyeri pelvik
b. demam 38,5 c atau lebih yang diukur melalui
oral kapan saja
c. rabas vagina yang abnormal
d. rabas vagina berbau busuk
e. keterlambatan dalam kecepatan penurunan
ukuran uterus.
Beberapa bakteri
penyebab sepsis puerperalis yang paling umum adalah sebagai berikut :
a. streptokokus
b. stafilokokus
c. Escherichia
coli (E. Coli)
d. Clostridium
tetani
e. Clostridium
width
f. Chlamidia
dan gonokokus (bakteri penyebab penyakit menular seksual).
Infeksi
yang paling sering ditemukan adalah infeksi gabungan antara beberapa macam
bakteri. Bakteri tersebut bisa endogen atau eksogen.
1. Bakteri
Endogen
Bakteri ini secara normal hidup di
vagina dan rektum tanpa menimbulkan bahaya (misal, beberapa jenis stretopkokus
dan stafilokokus, E. Coli, Clostridium welchii).
Bahkan jika teknik steril sudah
digunakan untuk persalinan, infeksi masih dapat terjadi akibat bakteri endogen.
Bakteri endogen juga dapat membahayakan dan menyebabkan infeksi jika :
a. bakteri
ini masuk ke dalam uterus melalui jari pemeriksa atau melalui instrumen
pemeriksaan pelvik
b. bakteri
terdapat dalam jaringan yang memar, robek/laserasi, atau jaringan yang mati
(misalnya setelah persalinan traumatik atau setelah persalinan macet)
c. bakteri
masuk sampai ke dalam uterus jika terjadi pecah ketuban yang lama.
2. Bakteri
eksogen
Bakteri ini masuk ke
dalam vagina dari luar (streptokokus, Clostridium tetani, dsb).
Bakteri eksogen dapat masuk
ke dalam vagina :
a. melalui
tangan yang tidak bersih dan instrumen yang tidak sterilb.
b. melalui
substansi atau benda asing yang masuk ke dalam vagina (misalnya ramuan atau
jamu, minyak, kain)
c. melalui
aktivitas seksual
Tetanus
postpartum adalah infeksi pada ibu atau bayi yang disebabkan oleh Clostridium
tetani.
a. Bakteri
tetanus
hidup
di tanah terutama tanah basah yang kaya akan pupuk hewani. Bakteri tetanus
dapat masuk ke tubuh ibu jika tangan yang tidak bersih, kain, kotoran sapi,
atau ramu-ramuan dimasukkan ke dalam vagina. Bakteri ini masuk ke tubuh bayi
melalui umbilikus jika tali pusat dipotong dengan instrumen yang tidak bersih,
atau ramu-ramuan, atau kotoran sapi digunakan untuk membalut tali pusat.
b. Infeksi
tetanus
Sangat berat dan menyebabkan
kekakuan, spasme, konvulsi, dan kematian. Tetanus dapat dicegah dengan
memastikan bahwa setiap ibu hamil mendapatkan imunisasi tetanus toksoid selama kehamilan. Imunisasi ini akan melindungi ibu
dan bayi dari infeksi tetanus.
Di tempat-tempat di mana penyakit
menular seksual (PMS) (misalnya gonorrhea dan infeksi klamidial) merupakan
kejadian yang biasa, penyakit tersebut merupakan penyebab terbesar terjadinya
infeksi uterus. Jika seorang ibu terkena PMS selama kehamilan dan tidak
diobati, bakteri penyebab PMS itu akan tetap berada di vagina dan bisa
menyebabkan infeksi uterus setelah persalinan.
c. Infeksi
uterus
Yang
disebabkan oleh PMS dapat dicegah dengan mendiagnosis dan mengobati ibu yang
terkena PMS selama kehamilan mereka.
2.10.
Tanda
Gejala Sepsis Puerperalis
Ibu
biasanya mengalami demam tetapi mungkin tidak seperti demam pada infeksi
klostridial. Ibu dapat mengalami nyeri pelvik, nyeri tekan di uterus, lokia
mungkin berbau menyengat (busuk), dan mungkin terjadi suatu keterlambatan dalam
kecepatan penurunan ukuran uterus. Di sisi laserasi atau episiotomi mungkin
akan terasa nyeri, membengkak, dan mengeluarkan cairan bernanah.
2.11. Faktor
Resiko Pada Sepsis Puerperalis
Ada beberapa ibu yang lebih mudah terkena sepsis
puerperalis, misalnya ibu yang mengalami anemia atau kekurangan gizi atau ibu
yang mengalami persalinan lama.
2.12. Etiologi
Dalam obstetri modern, sepsis puerperalis
yang gawat jarang terjadi, pernah dilaporkan epidemi yang disebabkan grup A
streptoccocus hemolitikus. Infeksi nifas pada umumnya disebabkan oleh bakteri
yang pada keadaan normal berada pada usus atau jalan lahir. Gorback mendapatkan
dari 70% biakan cervix normal dapat pula ditemukan bakteri aerob dan anaerob
yang patogen. Walaupun dari cerviks dan jalan lahir ditemukan kuman-kuman
tersebut cavum uteri adalah steril sebelum ketuban pecah. Kuman anaerob adalah
coccus gram positif ( Peptostreptococus, Peptococus, Bakteriodes, dan
Clostridium). Kuman aerob adalah bermacam gram positif dan E.colli5 :Selain itu
infeksi nifas dapat disebabkan oleh :
a.
Streptococcus Hemoliticus Aerobicus
Streptococcus ini merupakan sebab infeksi yang berat khususnya golongan
A. Infeksi ini biasanya eksogen (dari penderita lain, alat atau kain yang tidak
steril, infeksi tenggorokan orang lain).
b.
Stapylococcus Aureus, kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas
walaupun kadang-kadang dapat menyebabkan infeksi umum. Stafilococcus banyak
ditemukan di Rumah Sakit dan dalam tenggorokan orang yang terlihat sehat
c.
E.Coli, kuman ini umumnya berasal dari kandung kencing dan rektum dan
dapat menyebabkan infeksi terbatas dalam perineum, uvula, dan endometrium.
Kuman ini merupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius.
d.
Clostridium Welchii, infeksi
dengan kuman ini yang bersifat anaerobik jarang ditemukan, akan tetapi sangat
berbahaya, infeksi lebih sering terjadi pada abortus kriminalis
2.13. Predisposisi
Faktor Predisposisi yang penting pada waktu
nifas adalah :
a.
Keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita seperti perdarahan
banyak, pre-eklampsia, juga adanya infeksi lain seperti pneumonia, penyakit jantung
dan sebagainya.
b.
Partus lama terutama ketuban pecah lama.
c.
Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan pada jalan lahir.
d.
Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah.
e.
Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah bekas
luka dengan diameter 4cm, permukaan tidak rata, berbenjol-benjol karena
banyakknya vena yang tertutup trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik
bagi tumbuhnya kuman-kuman dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh
wanita. Serviks sering mengalami perlukaan dalam persalinan begitu juga pulva,
vagina, dan perineum, yang semuanya merupakan tempat masuknya kuman patogen,
proses radang dapat terjadi terbatas pada luka tersebut atau dapat menyebar
keluar luka asalnya.
2.14.
Standar
Penanganan Kegawatan pada Sepsis Puerperalis
A. Standar
23 : Penanganan Sepsis Puerpuralis
1. Tujuan
:
Mengenali tanda-tanda
sepsis puerpularis dan mengambil tindakan yang tepat.
2. Pernyataan
Standar :
Bidan mampu mengenali
secara tepat tanda dan gejala sepsis puerpularis, melakukan perawatan dengan
segera dan merujuknya.
3. Hasil
:
a. Bidan
dengan sepsis puerpuralis mendapat penanganan yang memadai dan tepat waktu.
Penurunan kematian dan kesakitan akibat sepsis puerpuralis.
b. Meningkatnya
pemanfaatan bidan dalam pelayanan nifas.
4. Prasyarat
:
a. Sistem
yang berjalan dengan baiik agar ibu mendapatkan pelayanan pasca persalinan dari
bidan terlatih sampai dengan 6 minggu setelah persalinan, baik dirumah,
dipuskesmas ataupun dirumah sakit.
b. Bidan
berlatih dan terampil dalam memberikan pelayanan nifas, termasuk penyebab,
pencegahhan, pengenalan dan penanganan dengan tepat sepsis puerpuralis.
c. Tersedia
peralatan atau perlengkapan penting : sabun, air bersih yang mengalir, handuk
bersih untuk mengeringkan tangan, alat suntik sekali pakai, set infus steril
dengan jarum berukuran 16 dan 18 G, sarung tangan bersih DTT / steril.
d. Tersedia
obat – oabatan penting : cairan infus ( Ringer Laktat ), dan antibiotika. Juga
tersedianya tempat penyimpanan untuk obat – obatan yang memadai.
e. Adanya
sarana pencatatan pelayanan nifas atau Kartu Ibu.
f. Sistem
rujuukan yang efektif, termasuk bank darah, berjalan dengan baik untuk ibu
dengan komplikasi pasca persalinan.
5. Proses
Bidan harus :
1. Amati
tanda dan gejala infeksi puerpuralis yang diagnosa bila 2 atau lebih gejala dibawah
ini terjadi sejak pecahnya selaput ketuban mulai hari ke 2.
2. Saat
memberikan pelayanan nifas periksa tanda awal / gejala infeksi.
3. Beri
penyuluhan kepada ibu, suami . keluargany agar waspada terhadap tanda atau
gejala infeksi, dan agar segera mencari pertolongan jika memungkinkannya.
4. Jika
diduga sepsis, periksa ibu dari kepala sampai kaki untuk mencari sumber
infeksi.
5. Jika
uterus nyeri, pengecilan uter lambat, atau terdapat perdarahan pervaginam,
mulai berikan infus Ringer Laktat dengan jarum berlubang besar ( 16 – 18G ),
rujuk ibu segera ke RS (ibu perlu diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya
sisa jaringan plasenta).
6. Jika
kondisinya gawat dan terdapat tanda / gejala septik syok dan terjadi dehidrasi,
beri cairan IV dan antibiotika sesuai dengan ketentuan. Rujuk ibu ke RS.
7. Jika
hanya sepsis ringan, ibu tidak terlalu lemah dan sulit merujuk berikan
antibiotika.
8. Pastikan
bahwa ibu atau bayi dirawat terpisah atau jauh dari anggota keluarga lainnya,
sampai infeksi teratasi.
9. Cuci
tangan dengan seksama sebelum dan sesudah memeriksa ibu atau bayi.
10. Alat-alat
yang dipakai ibu jangan dipakai untuk keperluan lain, terutama untuk ibu nifas
/ bayi lain.
11. Beri
nasehat kepada ibu pentingnya kebersihan diri, penggunaan pembalut sendiri dan
membuangnya dengan hati – hati.
12. Tekankan
pada anggota keluarga tentang pentingnya istirahat, gizi baik dan banyak minum
bagi ibu.
13. Motivasi
ibu untuk tetap memberikan AS.
14. Lakukan
semua Pencatatan dengan seksama.
15. Amati
ibu dengan seksama dan jika kondisinya tidak membaik dalam 24 jam, segera rujuk
ke RS.
16. Jika
syok terjadi ikuti langkah – langkah penatalaksanaan syok yang didiskusikan di
standar 21.
B.
Ingat
!
1. Lakukan
tes sensitivitas sebelum memberikan suntikan antibiotika.
2. Semua
ibu nifas berisiko terkena infeksi, dan ibu yang telah melahirkan bayi dalam
keadaan mati, persalinan yang memanjang, pecahnya selaput ketuban yang lama
mempunyai risiko yang lebih tinggi.
3. Kebersihan
dan cuci tangan sangatlah penting, baik untuk pencegahan maupun penanganan
sepsis.
4. Infeksi
bisa menyebabkan perdarahan postpartum sekunder.
5. Keadaan
ibu akan semakin memburuk jika antibiotika tidak diberikan secara dini dan
memadai.
6. Ibu
dengan sepsis puerpuralis perlu dukungan moril, karena keadaan umumnya dapat
menyebabkannya menjadi sangat letih dan depresi.
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar